matatimorpos.com – TTS | Data terbaru dari Balai Penjamin Mutu Pendidikan (BPMP) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) membuat publik terkejut. Sebanyak 145.268 anak tercatat s0ebagai Anak Tidak Sekolah (ATS) di seluruh wilayah NTT. Yang mencengangkan, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) menjadi penyumbang angka tertinggi dengan 22.459 anak yang tidak mengenyam bangku pendidikan.
Menanggapi kondisi darurat ini, Anggota DPRD Provinsi NTT dari Fraksi Golkar, Dr. Inche D. P. Sayuna, S.H., M.Hum., M.Kn., yang merupakan srikandi kelahiran Kualin, TTS, angkat bicara saat ditemui media ini di Kota SoE, Jumat (25/7/2025).
“Kalau data ini riil, maka ini masalah serius yang harus menjadi perhatian semua pihak, terutama pemerintah daerah. Ini bukan hanya angka statistik, tapi wajah nyata anak-anak kita yang kehilangan masa depan,” tegasnya.
Menurut politisi Golkar itu, pendidikan adalah amanat konstitusi yang wajib dipenuhi oleh negara. Karena itu, baik pemerintah pusat maupun daerah telah menyiapkan berbagai skema pembiayaan dan dukungan, termasuk beasiswa dan bantuan sosial untuk memastikan setiap anak bisa sekolah.
“Tidak ada alasan bagi anak-anak untuk tidak melanjutkan pendidikan. Pemerintah sudah membuka banyak akses, tinggal bagaimana kita di daerah ini merespons secara tepat,” ujarnya.
Salah satu skema terbaru yang dinilainya sangat potensial untuk menekan angka ATS adalah Program Sekolah Rakyat dari Kementerian Sosial. Program ini ditujukan bagi anak-anak dari keluarga miskin dan miskin ekstrem (desil 1 dan 2), dan tersedia di semua jenjang pendidikan: SD, SMP, hingga SMA/SMK.
Inche Sayuna menyebut, Sekolah Rakyat akan hadir dalam bentuk boarding school, di mana seluruh kebutuhan hidup dan pendidikan siswa akan ditanggung negara. Bahkan anak-anak yang tidak diterima di sekolah negeri bisa melanjutkan di sekolah swasta, dengan akses terbuka terhadap beasiswa pemerintah.
“Ini luar biasa. Kebijakannya merata, menyentuh semua lapisan, baik sekolah negeri maupun swasta. Kita harus jemput bola,” tegasnya.
Ia mendorong Pemda TTS untuk segera memverifikasi data ATS, melakukan pemetaan masalah dan potensi anak-anak, lalu membangun gerakan kolaboratif lintas sektor untuk mengatasi persoalan ini secara komprehensif.
“Tidak bisa pemerintah bekerja sendiri. Semua pihak masyarakat, gereja, tokoh adat, LSM, DPRD, bahkan diaspora harus ikut bergerak. Ini tanggung jawab bersama.”
Dengan keterbatasan anggaran daerah, Inche mendorong Pemda dan DPRD TTS agar lebih agresif mengakses program-program pendidikan dari pusat.
Ia juga mengingatkan agar anggota DPR RI asal NTT tidak tinggal diam.
“Kita sudah titipkan orang di Senayan, jangan hanya jadi penonton. Yakinlah, kalau TTS dilihat sebagai daerah darurat pendidikan, maka akan ada perhatian khusus dari pemerintah pusat,” katanya
Inche berharap, jika program Sekolah Rakyat dan gerakan bersama ini berjalan optimal, maka angka ATS di TTS akan menurun drastis dan tak ada lagi anak usia sekolah yang tercecer dari sistem pendidikan.
“Anak-anak adalah masa depan. Kita tidak boleh abai. Mari jadikan TTS sebagai contoh sukses dalam memerangi putus sekolah di Indonesia,” pungkasnya.
Sementara itu, Bupati TTS Eduard Markus Lioe, saat dikonfirmasi beberapa waktu lalu di GOR Nekmese SoE, turut mengakui bahwa kondisi ini merupakan persoalan serius.
“Tentunya melalui Dinas Pendidikan dan semua pihak, kami akan berupaya mencari akar masalah dan solusi terbaik untuk menekan kondisi ini,” ujar Bupati Eduard atau yang akrab disapa Buce Lioe.
Ia menyebut bahwa kemiskinan struktural dan kurangnya kesadaran keluarga turut berkontribusi terhadap tingginya angka ATS.
“Contoh nyata, saat lewat lampu merah di Kota Kupang, ada anak kecil jualan koran banyak dari mereka ternyata asal TTS,” ungkapnya prihatin.
Bupati juga menginstruksikan agar jajaran di tingkat bawah camat dan kepala desa ikut aktif mendata dan menelusuri alasan mengapa anak-anak tidak bersekolah.
“Biasanya, kalau kakaknya tidak sekolah, adiknya juga ikut. Maka, kita harus turun langsung ke masyarakat, bangun kesadaran orang tua, karena ini juga soal pemenuhan hak anak,” tegasnya.
Bupati Buce menambahkan bahwa masa penerimaan siswa baru saat ini masih berjalan, sehingga masih ada ruang untuk mendorong lebih banyak anak agar kembali bersekolah.
“Ini masih masa masuk sekolah, masih bisalah kita usaha untuk menyerap lebih banyak anak-anak,” tutupnya.(lifa kafoni)
Inche Sayuna Dorong Pemda TTS Kolaboratif Atasi 22.459 Anak Putus Sekolah
